Kamis, 15 Maret 2012

Sekilas Senja di Bumi Perkemahan

Oleh : Frida A

“Amanat Pembina upacara barisan di istirahatkan” ucap protokol pada upacara pembukaan perkemahan jumat, sabtu dan minggu (perjusami) di Kampung Nelayan. Ini adalah kali yang ke dua perjusami dilakukanm oleh racana kampung tersebut. Perkemahan ini dimeriahkan oleh tingkat siaga, penggalang dan penegak.
Langit tampak mulai memerah. Tenggelamnya fajar di ufuk barat memperindah langit dan menyadarkan betapa besarnya kekuasaan-NYA yang menciptakan beberapa warna pada 1 langit. Kumandang Muadzin pun memanggil umat muslim untuk segera menyerahkan dirinya kepada sang Khalik.
“Auuu … Astagfirullah, siapa sih yang meletakkan batu disini !!!. Guman Diva panitia perjusami. Diva pun meletakkan batu yang tlah membuatnya tersandung  di bawah pohon yang tak jauh darinya. Kegiatan demi kegiatan mulai terlaksana. Panitia dan peserta sibuk dengan aktivitas perlombaan.
Tak terasa malam pertama berada di Bumi perkemahan berjalan dengan cepat. Malam tampak larut. Angin malam pantai mulai menusuk pori-pori kulit yang tipis. Masing-masing peserta pun mulai memasuki tenda, tetapi  tidak untuk panitia, karena panitia harus menjaga sekitar lokasi perkemahan dan ada beberapa kegiatan evaluasi kegiatan hari ini.
“Hai” sapa lelaki berkulit putih, berhidung mancung dan rambut stylist.
Namun Diva hanya bisa tercengang melihat lelaki tampan didepannya. Tak sepatah kata pun yang terucap. Tak sedetik pun mata berkedip akan sosok anugrah yang indah sang Maha Kuasa.
“Haiiii” …. Sapa lelaki itu kembali.
“Ohhh .. heheh .. iyaa .. iyaa … ha haiii juga”. Jawab Diva dengan sedikit terbata-bata. Tiba-tiba lelaki itu menyodorkan tangan pertanda ingin berkenalan dengan sosok wanita didepannya.
“Troy”.
“Diva”
“Terima kasih banyak ya”
“Untuk?”
“Untuk segala kebaikan kamu”
“Ga ngerti”
“Suatu saat akan ngerti”
“Tapi gimana bisa kamu disini?”
“Mmmmm … sampai jumpa besok Diva”.

Lelaki itu tidak lagi menjawab segala pertanyaannya kemudian ia pergi. Diva tampak aneh kepada lelaki tersebut. Tetapi tidak membohongi perasaannya bahwa ia tertarik kepada pria tampan yang barusan ia temui.
Diva masuk ketenda dan berusaha beristirahat sejenak dari aktivitas hari ini. Karena masih ada 2 hari 1 malam lagi yang akan ia lalui di Bumi Perkemahan Kampung Nelayan tersebut. Suara jangkrik sesautan angin malam seolah merangkai sebuah alunan musik tidur bagi penikmatnya.

*18 Jam Kemudian


Senja hari ini panitia tampak sibuk menyusun kayu-kayu bekas  bak segitigas pascal. Seperti tradisi, malam ini akan ada pembakaran api unggun. Api unggun yang ditunggu-tunggu oleh masing-masing pecinta perkemahan. Suasana malam ini sangat berasa khidmat. Masing-masing sepasang bola mata tertuju kepada proses pembakaran api unggun.
Sekarang saatnya pentas seni. Peserta pun menunjukkan bakat-bakatnya. Terlihat sangat kompak, kreative dan dan sangat gembira walau sesakali bertengkar dengan temannya agar mau memegang mickropon, yahh begitu jika menghadapi tingkat siaga. Rasanya malam ini cukup membuat kulit meregangkan pori-porinya. Angin pantai seakan menusuk hingga tulang.  Sesekali Diva memandang sekitar area perkemahan, berharap  sosok lelaki tampan yang ia temui semalamakan datang.
“Kok … ga ada datang  ya,”. Guman Diva dalam hati
Hanya sepintas saja teringat oleh Diva, karena kesibukan akan tugasnya mampu membuatnya lupa akan lelaki tersebut. Jam pun terus berputar, tak terasa malam ini sudah sangat larut untuk terus dilalui. Panitia pun pengarahkan agar peserta kembali ke masing-masing tenda.
“Haii … Diva”
“Troy? Kamu jadi datang. Kirain aku …”
“Aku kan udah janji bakal datang, oh ya maaf tidak bisa melihat api unggunnya”
“iyah tidak apa-apa, oh ya soal terima kasih semalam?
“Iya terima kasih karena kamu udah baik.”
“Baik? Maksudnya?”
“iya … kamu udah mengembalikan rumahku”
“Rumah? Rumah apa?”
“Batu yang kamu pindahkan itu adalah rumahku.”
“Batu? Rumah? Berarti kamu?”
“Iya … terima kasih Diva. Kamu memang gadis yang baik,”
Diva hanya terdiam dalam semu.
“Byurrrrrrrrr ….”
Seperti ada air yang membasahi wajah Diva. Gerimis kecil seakan hujan segempal  yang terasa, Diva tampak mengkedip-kedipkan matanya dan ternyata hanya sebatas mimpi.  Tak ada kata sepatahpun yang keluar dari mulutnya. Hanya diam terpaku memandang satu arah tapi kosong. Diva bekerja keras untuk mengingat segala apa yang sudah ia alami.
“Berarti yang kemarin datang bukan benaran dong.”
“Ohhh tidakkkkkk” jerit Diva dalam hati.
Keesokkan pun Diva menceritakan apa yang barusan ia alami kepada beberapa teman dekatnya. Teman-temannya pun tampak antusias dengan setiap kata-kata yang terucap oleh Diva.

SEKIAN.